Pertemuan Tarekat

 

Biasanya, waktu interval mulai ramadhan akhir hingga Syawal sebelum aktif kegiatan pondok adalah momen paling sibuk saya melakukan perjalanan, menemui banyak orang, menggali hal-hal baru dan tentu menjalin silaturahmi.

Bila dihitung hari saya diam di rumah ketika masa itu adalah sekitar 29 Ramadhan sampai 6 Syawal. Persis hanya seminggu. Sisanya saya gunakan untuk kegiatan tadi.

Nah sebenarnya tahun ini saya ingin lebih banyak di rumah. Tidak banyak keluar kota. Mengingat Ramadhan tahun ini agendanya agak padat. Syuting program ramadhan Langitan TV saja kemarin hingga h-1 hari raya. Persis tidak ada waktu lagi bagi saya untuk keluar kota.

Lagipula saya sendiri juga sudah agak bosan. Agak malas untuk keluar kota. Tapi ya namanya sudah jadi lifestlye -duh ciye lifesyle-. Jadi walaupun tidak menjadwalkan keluar kota, justru banyak sekali ajakan untuk sekedar ngobrol dan sharing dari sosok-sosok yang belum pernah saya kenal di sekitar Babat. Sepertinya tuhan tidak segan, membiarkan saya tampak suwung dan ita-itu. 

Seperti kemarin, tiba-tiba saja ada salah seorang perempuan yang tiba-tiba reply story saya via dm Instagram. Ternyata beliau adalah salah satu punggawa media Jatman Online; sebuah media yang fokus membackup kegiatan dan persebaran pemikiran tarekat di Indonesia. Dalam pesan tersebut, Mbak Arum; nama panggilannya menawari saya untuk menjadi kontributor di media Jatman Online.

Sebenarnya saya tidak punya concern di bidang tarekat dan tasawuf, akan tetapi saya baru ingat. Beberapa waktu lalu ketika di Padangan, saya menemukan sanad silsilah tarekat Syattariah milik simbah Syekh Syamsuddin Betet. Dalam potongan manuskrip tersebut saya masih ada pertanyaan mengganjal terkait beberama nama yang disebut disitu.

“Mungkin (pertemuan) ini adalah salah satu jalanku menemukan informasi itu” pikir saya 

Begitulah saya meyakini bahwa apapun informasi yang hendak saya gali, akan menampakkan dirinya sendiri. 

Akhirnya kami pun membuat janji untuk bertemu di hari lebaran. Karena Mbak Arum ini, walaupun sudah tinggal di Tangerang ia masih mempunyai darah di Bunut, Widang. Jadi di hari raya ini Mbak Arum akan mudik di Tuban. 

Ia juga baru saja menyelesaikan pendidikan Magister di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia mengambil jurusan Islamic studies. S1 nya juga ia selesaikan di kampus yang sama tapi beda jurusan. Kala itu ia mengambil sastra Arab. 

Ia pun mempunyai ketertarikan di bidang manuskrip. Ia beberapa waktu lalu berhasil mempertahankan tesisnya yang mengulas manuskrip Ahla al-Musamarah karya Syekh Abu Fadhol Senori Tuban.

“Tapi semenjak sidang kemarin belum sepat saya revisi sama sekali, Mas” ucapnya yang disambung tawa pelan.

“Sebenarnya saya mau ambil manuskrip di Langitan, Mas. Tapi kayaknya manuskrip di Langitan kebanyakan adalah salinan bukan manuskrip asli. Jadinya tahun kemarin saya pilihnya yang Senori”

Agak ragu sebenarnya saya mengiyakan pertemuan ini, mengingat saya belum pernah satu majlis berdua dengan perempuan. Tapi gapapa toh saya hanya ngobrol membahas media-manuskrip tidak lebih.

Kami janjian pukul 08.00 tepat di Kopi Toast. Sengaja saya pilih tempat ini karena relatif lebih sepi dari yang lain. Khawatir ada apa-apa mengingat hari janjian saya adalah tepat setelah acara Istihlal Langitan. Jadi agak riskan bila saya bertemu orang-orang pondok.

Saya datang 08.10, tampak mbak Arum juga baru datang.

Kami mengpbrol cukup banyak terkait banyak hal. Mbak Arum pembawaanya ramah dan tidak menggurui. Mbak Arum kelahiran 95 terpaut 4 tahun dari saya. Tampak dari pembicaraanya ia sudah menguasai bidang ini.

Saya selalu penasaran dengan akademisi-akademisi seperti Mbak Arum ini. Karena hanya dalm forum-forum ngopi seperti ini saya sedikit banyak menggali pengalaman kuliah di kampus-kampus.

“Samean merasa gak mas, kalau santri salaf itu sangat eksklusif?”

Saya mengangguk dan agak berpikir mencerna pertanyaan Mbak Arum pelan-pelan.

“Kalau untuk kebutuhan eksistensi sebenarnya gak perlu kuliah Mas, samean rajin menulis saja, nanti namane samian sudah keangkat”

Posting Komentar

0 Komentar