Baru saja tadi, usai ngaji Tafsir Jalalain di ndalem Agus Habibullah Sholeh saya punya keinginan untuk membuka kembali naskah tafisr Jalalain milik KH. Ahmad Sholeh.
Rasa penasaran saya bermula ketika ngaji, Agus Habib sering membaca catatan-catatan yang ditulis oleh Mbah Mad. beberapa kali Gus Habib ketika berhenti di suatu ayat menceritakan dan mengijazahkan doa dari ayat-ayat tersebut. Memang kitab yang dipakai Gus Habib adalah kitab sah-sahan makna asli dari Kh. Ahmad Marzuqi. Kitab yang dibawa Gus Habib memang bukanlah manuskrip asli. Beliau telah mengkopi manuskrip tersebut dan dicetak rapi.
Karena itu, usai ngaji saya menyempatkan untuk membuka manuskrip tafsir Jalalain milik KH. Ahmad Sholeh. Saya yakin pasti akan banyak catatan-catatan kaki.
Benar saja, ternyata di kitab tersbeut hampir di setiap halaman terdapat catatan atau ta'liq yang begitu menakjubkan.
Catatan-catatan atau ta’liq dari Kh. Ahmad Sholeh semuanya berbahasa arab dan selalu mencantumkan referensinya. Bisa anda lihat sendiri itu, kebanyakan referensinya adalah dari Hasyiah jamal atau yang disebut Futuhat al-Ilahiyah. Mungkin sebagian dari kita bahkan belum pernah menyentuh kitab itu. Tapi 100 tahun lalu KH. Ahmad Sholeh menjadikan kitab itu sebagai referensi utama dalam menulis catatan-catatan dalam memahami Tafsir Jalalain.
Tidak hanya itu, dalam beberapa halaman saya pun menemukan judul kitab lain yang dijadikan referensi. Diantaranya adalah Tafsir Khozin, imam Khotib, dan masih banyak lagi.
Hal ini tentu sangat menampar saya sebagai santri. Betapa tidak, bisa anda bayanhkan dulu ketika akses terhadap kitab dan buku sangat terbatas, cetakan kitab pun tidak banyak sekarang. Tapi di jaman itu, KH. Sholeh begitu telaten menulis ta'liq keterangan dari berbagai referensi yang mendalam.
Dari catatan itu, secara tidak langsung juga mengajarkan saya betapa beliau sangat peduli dengan referensi. Hampir semua catatan beliau, pasti ditulis referensi dimana keterangan itu didapat.
Kita yang berada di zaman digital ini, dengan segala fasilitas. Kitab pun sudah behitu mudah kita akses di internet, ada maktabah syamilah. Justru ketika ngaji hanya berhenti pada makna yang dibahas ketika ngaji. Tidak dibuka kembali.
Padahal dahulu para kiai begitu bersemangat menulis catatan-catatan untuk melengkapi dan menguatkan pemahaman akan suatu bahasan. La sekarang kita, boto boro menulis catatan, makna lengkap saja sudah Alhamdulillah. Boro boro menulis catatan berbahasa Arab, menulis catatan guru ketika ngaji saja malasnya minta ampun.
Hari ini saya betul-betul tertampar oleh catatan
0 Komentar