Kepala Sekolah Muda

Saya kira, satu-satunya teman alumni pesantren yang selalu memberi kabar mengejutkan ketika bertemu adalah Sate. Teman saya satu ini, entah bagaimana selalu membawa kabar yang untuk ukuran seusianya agak mustahil diraih. Jadi setiap menerima kabar darinya saya selalu geleng-geleng sambil batin, “Kok isoook” wkkw.

Sekitar pertengahan tahun lalu, ketika saya dan beberapa kawan datang di rumahnya, ia bercerita baru saja diangkat menjadi kepala sekolah Mts yang baru dirintis. Sebenarnya saya agak kaget dan setengah tidak percaya. La bagaimana, teman saya satu ini persis baru setengah tahun boyong dari pesantren. Ijazah sarjana jelas tidak punya. Lawong baru keluar pondok. Statusnya beberapa waktu sebelumnya ya sama seperti saya, meramaikan warung kopi. 

Lakok ternyata ia dipercaya menjadi kepala sekolah memimpin beberapa guru yang notabene sudah sarjana.

Tak berselang lama, ia membawa kabar lagi. Entah beberapa bulan setelahnya di pelantikan Kesan Cabang Bojonegoro ia dilantik menjadi wakil ketua Kesan (Organisasi alumni kecamatan Tambakrejo). Lazimnya, sosok yang menjadi pengurus alumni adalah bapak bapak yang sudah tua. Tapi entah kenapa Sate lah yang dipilih menjadi wakil ketua.

Jalur boyongnya dari pondok pun sangat mulus. Saat itu ia masih menjabat sebagai wakil Rois khos asrama. Rasanya tidak mungkin seorang dengan jabatan itu bisa mendapat izin boyong dari pondok, kecuali masa jabatannya sudah purna. entah karena kebetulan ia mendapat momen yang pas atau bagaimana. Ndilalah dia dengan mulus diizinkan boyong untuk pindah kamar di rumah. 

Ia cukup cerdik rupanya. Ia tidak sowan sendirian, ia bersama gus pondok di rumahnya menyarankannya kepada kiai Abdullah Habib Faqih yang saat itu kebetulan sedang mengunjungi pondok di dekat rumahnya.

Kala itu, Gusnya yang matur kepada Kiai, “Ngapunten, niki Whiyan kulo pamitaken nderek bantu ngajar ten mriki Yai” 

Beliau pun kemudian bertanya beberapa hal kepada Wiyan, dan tak lama setelah itu dengan senang hati mengizinkan dan mendoakan. Memang diantara beberapa tips agar mudah diizinkan boyong adalah sudah dibutuhkan masyarakat untuk mengajar atau alasan kedua menikah. 

kemudian beberapa waktu lalu, ketika ia datang ke pondok kembali mengantar adeknya untuk mondok posoan. Ia kembali berkisah banyak hal. Namun yang menjadi satu keheranan saya akan anak ini lago adalah, ia sudah mendapatkan tawaran untuk maju menjadi calon legislatif untuk kursi dprd Bojonegoro. jelas itu bukan tawaran yang main-main.

Ketika saya tanya, “Trus sido mbok budali ra?”

Ia menjawab diplomatis, “karek sesok leh”

Dari jawabannya ia tampak mempertimbangkan akibat ketika ia sudah menentukan pilihan. Karena ia posisinya adalah dicalonkan dan dibiayai. Ia tampak khawatir ia tidak bisa teguh memegang idealismenya dan disetir.

“Lo gapapa dadi boneka te, Boneka barbie lo akeh sing seneng”

Entah bagaimana ia bisa bertemu dan dipercaya menjadi bakal calon DPRD, tapi yang jelas teman saya satu ini adalah sosok yang memang percaya diri. Ia sangat cerdas.Tapi tidak terlalu khusyuk. Los-losan. Karena di pesantren ada dua tipikal orang yang pintar; ada yang pintar dan memang soleh, khusyu, tekun, tidak aneh-aneh. Ada pula yang memang pintar tapi sangat terbuka, los-losan, blokosuto, bahkan dalam tanda kutip nakal.

Kalau sate ini adalah golongan kedua, semenjak Mts sering sama saya. Saya kalau ikut forum bahtsul masail selalu dengan Sate, karena yang cocok dengan kepribadian saya ya cuma dia.  

Pemahaman kitabnya luas, penyampaiannya lugas. Bahkan seringkali di pondok tempat ia mengajar dan menjadi Kepala Sekolah, sang kiai kalau ada permasalahan fikih dan membutuhkan ibarat atau dalil pasti Sate adalah orang yang mencarikannya.

Pernah suatu ketika, di desanya terdapat dua Jumatan. Semenjak pandemi jumatan di desanya memang dibagi menjadi dua. Nah masalah datang ketika pandemi usai, beberapa sesepuh desa menghendaki Jumatan menjadi satu. Akan tetapi kiainya tetap menginginkan Jumatan menjadi dua saja, agar lebih kondusif dll. 

Perdebatan sengit pun terjadi antara kiai dan beberapa sesepuh desa. Akhirnya Sate pun ditugasi oleh sang kiai untuk menyusun dan mencari dalil yang memperbolehkan jumatan dua tempat.

“Wes ndang digolekno dalile yo, engko aku seng ngomong”

Jan memang teman saya satu ini. Mufti muda Bojonegoro barat. 


Posting Komentar

0 Komentar