Terbaik Sebelum Berpisah

Beberapa waktu lalu, usai merampungkan sebuah urusan di Perpusda Lamongan. Saya sengaja menilik salah seorang sahabat yang sedang ditugaskan di sebuah pesantren di daerah Lamongan Kota.

Dasar emang kawan ini orangnya baik hati, saya diajak makan dahulu di sebuah warung makan. Entah emang saking baik hatinya atau kelewat kreatif dia berinisiatif mengajak makan dengan promo gratis makan untuk yatim piatu. Saya agak ketawa awalnya, melihat inisatifnya yang begitu dark ini. Tapi sayangnya ia kurang cermat. Rupanya promo itu tidak bisa ia terapkan kepada saya, ya tau sendiri saya hanya menyandang satu dari dua syaratnya. Wkwkkw dark emang teman satu ini.


Tapi itu soal lain, yang ingin saya tulis disini sebenarnya bukan itu. Sudah lama pertemuan itu terjadi, tp apa yang diucapkannya kala itu masih membekas. 

Kami cukup lama ngobrol dan ngopi ngopi, ketika saya pamit hendak kembali ke pondok. Saya menyalakan motor. Tiba-tiba saja ia berseloroh menyebut sebuah hadis Qudsi.

يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ،

"Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu karena engkau pasti akan menemui kematian. Cintailah kekasihmu sesukamu, karena engkau akan berpisah dengannya. Dan beramallah sesukamu karena hal itu akan ada balasannya."

Entah emang bawaan seseorang yang sudah menjadi ustadz, atau gimana. Dia tidak mengatakan dan berpesan hati-hati kepada saya atau memberi bekal sangu atau apa, tapi justru ia malah malah ndalil. 

"Eits sek" kata saya menyela. Saya tidak jadi menancap gas saya. 

"Menurutmu, maksud hadis kuwi piye?"

Saya sebenarnya sudah lama pernah mendengar hadis ini. Tp sy penasaran dengan perspektif ustadz dan mahasiswa Unisla ini.

"Ngene lo" ia mengawali penjelasannya. 
 Saya agak lupa redaksi pasnya. Akan tetapi intinya ia menganggap sebisanya kita tak usah berlebihan dalam mencintai. Toh di dunia hanya sementara, semua perjalanan lakon di dunia ini hanya bekal untuk kehidupan abadi di akhirat. 

Sepulang dari sana, saya masih terbayang dan terngiang ucapannya. Hingga sore ini, ketika suntuk menulis saya teringat kembali ucapan sahabat saya itu. Dan iseng mencari keterangan terkait hal tsb.

Saya oprek banyak literatur yang memuat hadis itu. Hadis itu memang universal. Terdapat tiga unsur yang mempunyai keterkaitan satu sama lain. Ketiganya saling menguatkan dalam membentuk satu analogi pemahaman seperti yang dijelaskan teman saya. Kehidupan di dunia ini hanya sementara, jangan sampai terlena. Semua akan ada balasannya. 

Semua literatur pun mengatakan demikian, termasuk dalam poin yang kedua, "Cintailah kekasihmu karena engkau akan berpisah dengannya".

Sepanjang penelusuran saya, semuanya mengatakan ketika mencintai apapun hendaknya menyandarkannya kepada Allah, pemilik Cinta yang sesungguhnya. Karena semua objek cinta di dunia pasti akan sirna. Beda lagi ketika objek cinta itu adalah Allah dan Rasulnya tentu tidak akan habis masa dan tenggangnya.

Cuman saya sebenarnya belum puas, karena dalam melihat ini saya punya perspektif lain. Tapi ini sebatas pendapat saya, banyak kemungkinan salahnya. Dalam sependek analisis saya secara tidak langsung dalam analogi hadis tersebut menunjukkan satu hal yang mesti dipersiapkan seseorang. 

Hal itu adalah "karena semua adalah sementara, berikan yang terbaik atasnya". Dari ketiga unsur yang disebutkan nabi, pesan itu menurut saya selalu terselip secara implisit.

Misal, dalam poin pertama. "Hiduplah sesukamu, karena engkau akan mati". Secara tidak langsung pesan yang ingin disampaikan adalah, mumpung masih hidup beramallah yang terbaik, jangan disia-siakan.

Begitu pula tentang mencintai Ya karena semua hanya sementara, baik itu hidup, proses mencintai, atau apapun, Berarti kita dituntut untuk melakukan yang terbaik. Meskipun ya tidak ada satupun manusia yang menginginkan perpisahan. Tapi mau bagaimana lagi ini sudah fitrahnya. Satu-satunya hal yang bisa diupayakan adalah bagaimana merawat dan peran kita ketika bersama.

Ala kulli hal, saya kutip syair arab indah dalam Ithaf Sadat Al-Muttaqin Syarah Ihya Ulumuddin, Syekh Murtadlo Zabidi bercerita, ia mengisahkan Imam al-Haramain sedang berjalan disisi Kakbah. Ia berjalan sendirian melihat seorang tua dari Maroko mendendangkan syair ini sambil thowaf:

تمتع بالرقاد على شمال # فسوف يطول نومك باليمبن
ومتع من يحبك من تلاق # فانت من الفراق يقين

"Berpuaslah tidur dengan arah kiri, karena engkau akan lama tidur dengan arah kanan (posisi orang mati)

Dan puaskanlah hatimu dengan bertemu kekasih hati, sebab berpisah dengannya adalah hal yang pasti"

Ya makanya lakukanlah hal-hal yang terbaik menurutmu kepada orang yang kamu cintai, karena ketika berpisah engkau tidak akan sanggup melakukan itu. Sebab seperti sabda nabi, perpisahan itu pasti. Bentuknya saja yang beragam. Ada yang berpidah karena hubungan dan fisik dan ada pula yang ditinggal mati. Jangan sampai engkau menyesal, setelah berpisah kita belum pernah melakukan yang terbaik untuknya.

Posting Komentar

0 Komentar