Bertemu Mantan Penguasa Dunia Malam Bojonegoro

Sial sekali, usai mengantar manuskrip koleksi Mbah Syamsuddin di Padangan Bojonegoro saya tidak bisa langsung kembali ke pondok. Bus terakhir dari Bojonegoro arah Surabaya adalah pukul 19.30. Sedangkan saya datang di Terminal Bojonegoro sudah pukul 9 malam. Mau tidak mau kayaknya saya harus menginap. 

Mau kembali ke Padangan kok sangat jauh. Toh saya juga sudah berpamitan kepada Mbah Hajir dan Mas Wahyu, masak mau kembali. Saya mencoba mengunjungi salah satu warung yang katanya milik salah seorang teman di pesantren di dekat terminal. Hanya sekitar 100 meter. Saya sendiri belum pernah kesana, tapi menurut informasi beberapa teman yang pernah kesitu teman saya itu memang benar-benar disana. Saya mencoba mencari kontaknya ke beberapa teman. Tapi nihil. Saya pun tetap nekat mendatangi warung itu.

Sialnya lagi, setelah saya pesan teh hangat. Sama sekali saya tak melihat ada wajah Mbah Zam disana. Saya pun memberanikan bertanya kepada penjaga warung. Tapi jawabnya "Mbah Zam lagi mulehh nang Kepohbaru" 

Mak degg saya mencoba tetap tenang. Sekalipun saya harus menginap lagi, toh masih masjid atau warung terdekat yang bisa menjadi tumpangan menginap pikir saya. Saya juga punya teman semasa di pondok Kauman, Umam yang sekarang menjadi tim Media Pondok Ar Ridwan. Juga ada teman lain yang juga mempunyai usaha warung. 

Tak saya sangka, baru saya duduk menyeruput teh hangat yang baru saya pesan. Datanglah sosok yang sepertinya tidak asing; Yazid. Ia merupakan salah satu sahabat saya di pesantren dulu. Semenjak beberapa bulan yang lalu, ia pamit boyong. Mengajar di PP. An-Nur daerah Kota Bojonegoro. Saya tidak menyangka. Namanya sebelumnya tidak masuk dalam list penginapan saya. saya juga tidak kepikiran. Padahal dia adalah teman yang pernah sama-sama menggarap buku bersama saya.

Lega, setelah ia memesan kopi dan berbincang cukup lama. Saya pun ikut dia menuju pesantrennya. Ia menjadi pengajar di pesantren tersebut sekaligus merangkap guru di MTs Maarif disekitar situ. 

Pesantren yang ia tempati merupakan pesantren yang baru dirintis. Milik Haji Sholeh. Beliau bukan seorang alumni Langitan, akan tetapi hubungan dengan masyayikh Langitan begitu luar biasa. Haji Sholeh adalah pengusaha kaca sukses. Ia kaya. Pesantren An-Nur adalah pesantren kedua yang pernah beliau bangun. Sebelumnya ia pernah mendirikan pesantren Daarut Tawaabin yang lokasinya tak Jauh dari Annur. Akan tetapi karena beberapa hal pesantren itu akhirnya diakuisisi oleh orang lain. 

Beliau pun mendirikan pesantren lagi. An Nur inilah. Pondok ini diresmikan oleh KH. Ubaidillah Faqih. Dan kini sudah lumayan santri yang mukim disini. Tenaga pengajarnya pun rata-rata adalah alumnus Langitan. 

Barangkali Haji Sholeh ini adalah stereotip orang kaya yang sangat saya kagumi. Jarang sekali ada orang kaya yang dan mewakafkan waktu dan kekayaannya untuk santri. Dan Haji Sholeh melakukan itu.

Sesampainya di pesantren An-Nur teman saya menawari makan. Sebenarnya saya tidak terlalu lapar, di Padangan sebelumnya saya sudah makan. Tak lama kemudian datang sesosok bapak yang membawa senampan nasi. Yazid mengenalkannya kepada saya. "Iki pak Eko mantan penguasa daerah Bojonegoro". 

Saya menyalaminya dan mengenalkan diri. Dari perawakannya pak Eko sudah nampak sekali postur-postur jagoannya. Kekar dan membuat orang yang melihatnya segan. Tapi di luar dugaan pembawaan bicaranya begitu santai dan luwes. Pada mulanya saya kira pak Eko, mungkin adalah tukang di pesantren yang ditempati Yazid teman saya. Dan apa yang disampaikan Yazid di awal juga guyon belaka. Ternyata tidak.

Disela-sela makan itu ternyata Pak Eko mulai membuka identitasnya. Ia memang benar-benar mantan residivis kelas kakap. Bukan kelas teri lagi. Namun semenjak kalap kripto ia mengubah 180 derajat haluan hidupnya. 

"Sameyan lek takon wong nakal sak Bojonegoro, kenal mas Eko RBK? Mesti kenal kabeh" 

Jika anda penasaran dengan bagaimana dunia yang pernah dijalani oleh pak Eko. Coba setelah ini anda ketik di salah satu mesin pencarian dengan kata kunci RBK Bojonegoro, nanti akan anda temukan jawabannya. Nah sosok dibalik RBK itu adalah pak Eko ini. Pak Eko menguasai RBK berbagai praktek bisnis illegal disana bertahun-tahun. 

RBK sendiri merupakan singkatan dari Rel Bengkok yang merupakan sebutan untuk satu daerah di Kota Bojonegoro. 

Semenjak 2011 Pak Eko sudah banyak berkecimpung di dunia hitam. Mulai prostitusi, perjudian hingga praktek mafia proyek. Pada zaman itu mungkin ia adalah orang yang pertama mempunyai bisnis cafe dan karaoke malam di Bojonegoro. Tidak hanya itu ia juga mempunyai puluhan wanita malam dibawah kendalinya. 

“mas, mas misalkan ada (nilai/jenis) dosa mulai satu sampai satu juta saya sudah melakukan semuanya mas” tuturnya.

Sebagaimana lazimnya seorang yang sukses di dunia gelap. Ia pun juga aktif berjudi, baik online ataupun yang offline. Sebelum Sambo terjerat kasus pembunuhan yang viral ini, bahkan Pak Eko mengisahkan ia pernah dikejar-kejar oleh tim Konsorsium Sambo. Pasalnya ia menang banyak di sebuah judi online yang tidak dibawah naungan Konsorsium Sambo. Tahu sendiri lah anda bahwa Jendral Sambo adalah penguasa dunia gelap. Bandar-bandar judi dibawah konsorsium Sambo dijamin aman eksistensinya, akan tetapi bandar yang tidak setor ke Konsorsium bisa jadi adalah tumbal dengan dalih pemberantasan Judi.

Karena itu, ia pernah selama berbulan-bulan berpindah dari satu tempat ke tempat lain menghindari kejaran kepolisian tim Sambo.

"Piala Dunia Qatar kemarin samean pasang Parley berapa pak?" Tanyaku

"Looloololo ngerti Parley barang areke" Pak Eko tertawa dan kemudian saya ikut tertawa. Namun dari tawanya kayakanya saya tidak melihat aura dan aroma kekalahan wkwkwk.

Sampai hingga akhirnya pak Eko mengenal dunia bitcoin dan crypto. Tergiur dengan tawaran dan potensi keuntungan besar dari crypto pak Eko kemudian juga pasang modal banyak. Namun harapan tak lagi jadi harapan. Ratusan juta melayang sia-sia akibat kelalaiannya.
“Titik balikku sampai titik ini ya ketika hancur kripto mas, aku kalah meh 700 juta” 

Tiga mobil, rumah yang ia punya pun ia jual untuk menutupi kekalahannya. Tak cukup disitu, walaupun ia telah menjual banyak aset yang ia miliki, ia masih mempunyai hutang senilai puluhan juta. Ia pun tak berani pulang ke rumah karena banyak diincar debt collector. Untuk makan saja kesulitan. Mungkin fase itu sangat sulit ia bayangkan sebelumnya. Bertahun-tahun ia diselimuti kekayaan yang berlimpah. Tiba-tiba ia harus jatuh di titik paling rendah.

Untuk mencari makan, ia pada awalnya iseng main di pesantren an-Nur yang kala itu baru dirintis dan dibangun. Hampir setiap pagi ada makanan untuk para tukang. Iap un kesana untuk jagong dan ngobrol dan intinya untuk makan. Lama-kelamaan setelah ia lakukan tiap hari akhirnya hatinya luluh. Setiap obrolan di mushola pondok itu begitu membekas di hatinya. Mungkin dari sekian tahun ia hidup, baru kali ini ia punya kesadaran penuh untuk apa sebenarnya tujuan hidup. Lewat obrolan-obrolan dengan santri, Pak Haji Sholeh hatinya terketuk. Sejenak hutang-hutamg yang masih menggunung terasa plong ketika di pesantren.

Makanya kemudian ia memilih untuk menetap di pesantren ini. Turut membantu berbagai hal yang dibutuhkan. Ia melakukan apapun yang bisa ia lakukan. Mulai mengantar-jemput para santri ke skolah hingga membantu pembangunan sesuai latar belakangnya sebagai kontraktor. 

Ia pun kini sudah mulai membangun kembali usahanya. Ia berencana membuat CV untuk mengorganisisr proyek-proyeknya. Hingga saat ini, berkat jaringah kaji Sholeh ia kini turut andil dalam pembangunan beberapa pesantren milik alumni Langitan di Bojonegoro. Seperti PP. Abu Darrin Bojonegoro dan PP. Miftahul Ulum Tambakrejo, Bojonegoro. 

Tentu saya tidak ingin mengumbar apapun di masa lalu pak Eko. Saya yakin pak Eko mau menceritakan bukan untuk gaya-gayaan. Bukan juga untuk yang lain, justru mungkin pak Eko ingin agar apa yang telah ia alami, cukup menjadi pengalamannya dan bisa menjadi pelajaan bagi saya dan orang lain. Oleh karenanya saya menulis ini juga murni ingin mengapresiasi jalan yang telah dipilih Pak Eko untuk masuk lingkungan pesantren. Selain itu mungkin tulisan saya ini saya niatkan sebagai pengingat jika entah kelak saya sedang di titik paling rendah (Wal iyadhu billah), saya bisa mengingat kisah pak Eko ini.

*Perjalanan Kereta KRD Bojonegoro-Babat, 2 Januari 2023 M


Posting Komentar

0 Komentar