Membangun Jaringan ala Bapak dan Silaturahmi ala Ibu

Tak bisa dipungkiri, sebagian besar manusia akan mewarisi sifat genetika yang diwariskan oleh orang tuanya. Sedikit atau banyak, beberapa hal pasti diturunkan kepada keturunannya. Itu sepertinya sudah fitrah manusia. 

Mungkin sebagian dari anda juga merasakannya. Entah itu sifat fisik yang tampak, ataupun sifat biologis watak yang hampir persis dengan ibu ataupun bapak.


Begitu pula yang saya alami. Semenjak kepergian bapak awal 2020 silam. Saya sering merenung sendiri. Memikirkan banyak hal, utamanya terkait hal tersebut. Apa sebenarnya sifat bapak yang tercermin dalam diri saya. Lantas, ketika sudah agak ketemu poinnya saya mencoba mengelaborasinya dan mengingat sedetail mungkin teladan-teladan yang telah bapak waris dan ajarkan.

Terkait ini, setelah perenungan panjang saya menyimpulkan dan mengenang salah satu hal paling menonjol dalam diri bapak. Bapak adalah sosok yang pandai membangun jaringan. Dan hal tersebut, dengan penuh kesadaran juga sedikit banyak saya warisi. Saya juga kebetulan sangat suka perjalanan -aka- dolen.

Bapak adalah tipikal orang yang sangat gemar bersosialisasi dan berinteraksi dengan banyak orang. Semenjak muda bapak memang sudah berteman dengan banyak orang. Bapak juga sering bercerita bahwa dulu semasa SMA di SMA 1 Lamongan sempat menjadi ketua OSIS. Di sekolah, katanya bapak juga tak bapak juga sering .

Dalam sirkel pertemanannya di Lamongan Kota, bapak dan teman-temannya juga pernah aktif berpolitik. Tidak dalam arti sebenarnya, akan tetapi bapak pernah aktif sebagai tim sukses partai-partai yang akan bertanding di Pemilu. Kala itu dalam sebuah kampanya bapak pernah mengundang Bang Roma Irama untuk tampil di alun-alun kota Lamongan. Bapak saat itu, katanya bertugas menghubungi dan menjemput sang raja dangdut itu, sekaligus menjadi MC.

Ketika masa-masa awal menikah bapak juga pernah merantau di Jakarta. Disana bahkan kalau tidak salah ingat, bapak juga ikut mengemangkan salah satu wadah organisasi orang perantauan Lamongan. PUALAM namanya kalau tidak salah, Paguyuban Putra Asli Lamongan. Bapak juga aktif menggalang dan membangun jaringan dengan perantauan-perantauan dari daerah lain. Dari Makassar, Bugis, Medan dan lain-lain. 

Bapak juga gemar menonton bola. Oleh karenanya, lewat jaringannya bapak sering bercerita bahwa sering menonton tanpa membayar. Kok Bisa? ya setiap timnas Indonesia main, bapak selalu menjadi orang yang dipercaya untuk mengkoordinir membelikan tiket bos-bos kapal dari Makassar. 

Dengan lingkaran-lingkaran pergaulan seperti bapak seperti sudah mempunyai banyak koneksi dimana-mana. Saya sendiri sebagai anaknya pun seringkali merasakan berkah -koneksi dan jaringan bapak yang sudah malang melintang itu. Contoh kecil, dulu ketika saya masih kecil, seumuran SD dan SMP. Bapak sangat sering mengajak saya menonton persela berlaga. 

Saya masih ingat betul, sebagian besar tiket pertandingan tersebut bapak tidak pernah membayar sepeserpun. 

Biasanya saya berangkat berdua bersama bapak. Kadang naik angkutan umum Bus. Kadang nebeng kenalan bapak di polsek Kedungpring dengan mobil patroli. Kadang ikut teman bapak di pasar. 

Ketika sudah sampai di Ndapur -daerah sekitar terminal Lamongan- bapak mengambil hape di kantongnya. Mencari sebuah nama dalam kontaknya. Kemudian tak lama menelpon seseorang yang entah siapa.

“Aku wis tutuk ndapur” Singkat saja bapak mengawali pembicaraan, samar-samar dibalik telefon itu ada jawaban.

“Iyo Cak, tak enteni nang loket kulon”

Rupanya bapak sedang menghubungi salah satu kawan lamanya yang kebetulan menjadi ketua panpel pertandingan Persela. Benar saja, ketika sudah sampai loket utama, saya dan bapak langsung dipersilahkan masuk lewat pintu masuk pemain. Melewati ratusan orang yang sedang mengantri masuk Stadion.

Saya jadi merasa seperti orang penting di Lamongan, bangga padahal mah Orang dalam. Tapi terlepass itu merupakan hal yang kurang baik sebenarnya, tapi itu semua adalah hasil dari jaringan yang telah bapak bangun semenjak muda. 

Berkat relasi dan jaringan pula, bapak beberapa kali berhasil memasukkan beberapa sepupunya untuk masuk di salah satu kampus pelayaran di Jakarta.

Hampir sama dengan bapak, ibuk juga sosok yang sangat gemar untuk bertemu orang. Namun, bedanya tujuan ibuk bertemu dan bertamu pada orang adalah untuk bersilaturahmi. Baik kepada keluarga ataupun kepada teman di pasar ataupun kepada bu nyai. 

Darah silaturahmi ibuk juga sepertinya juga merupakan trah turun temurun. Dari berbagai cerita orang-orang yang pernah saya temui dan pernah mengenal Mbah (Mbah Rufiah) dan Mbah Buyut (Mbah Ashfiyah), mereka sebagian besar bercerita bahwa memang keudanya adalah sosok yang geman silaturrahmi.

“Bek yah (Mbah Ashfiyah -Buyut-) iku wonge entengan, seneng silaturahmi”, tutur KH. Sunan Djunaidi ketika saya sowan beberapa waktu lalu.

Saya tidak menangi (menjumpai) masa hidup mbah-mbah. Saya menangi mbah hanya beberapa tahun ketika SD. otomatis ingatan saya tentang mbah tidak begitu banyak. Namun menurut cerita Mbah Ru setiap malam hari raya Mbah Ru selalu mengkoordinir ibuk-ibuk desa Kauman untuk sowan di Langitan. Bahkan menurut penuturan Ibuk, Ibuk pernah diberi pesan oleh Bu Nyai Hunainah Faqih (Istri KH. Abdullah Faqih) untuk meneruskan amaliyahnya Mbah Ru:

“Terusno, amaliyahe make, Silaturrahmi, shalat jamaah lan moco qur’an setiap saben mari shalat” begitu kira-kira pesan Bu Nyai kepada ibu.

Makanya hingga sekarang ibuk betul-betul memegang pesan tersebut. Kadang ketika saya pamit hendak bepergian ke suatu Kota, pasti ibu berpesan untuk mampir ke salah satu saudara yang ada disana. Sampai sekarang pula, ketika lebaran ibuk selalu menyempatkan mengajak sekeluarga untuk bertamu kepada saudara-saudara. Bahkan dari kalangan keluarga yang ketika dirunut sangat jauh hubungannya. Seperti minduan, mintelu dst. Ibuk selalu bersemangat kalau urusan ini.

Dua hal inilah yang semoga bisa terus saya amalkan dan tiru. Pola membangun jaringan bapak dan teladan silaturrahmi ibuk. Kebetulan saya juga hobi dolen dan bertemu orang baru. 

Apalagi di pesantren saya juga pernah diajarkan salah satu doktrin silaturrahmi dan pentingnya menyambung kembali terhadap siapa saja yang pernah berhubungan dengan orang tua:

عَÙ†ِ ابْÙ†ِ عُÙ…َرَ Ù‚َالَ: سَÙ…ِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ ÙŠَÙ‚ُولُ: Ø¥ِÙ†َّ Ø£َبَرَّ البِرِّ Ø£َÙ†ْ ÙŠَصِÙ„َ الرَّجُÙ„ُ Ø£َÙ‡ْÙ„َ Ùˆُدِّ Ø£َبِيهِ

Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sungguh sebaik-baik kebaikan adalah seseorang yang (mau) menyambung tali silaturahmi dengan sahabat bapaknya.”

Terkait ini Syekh Abdurrauf al-Munawi pernah memberi catatan atas maksud hadis ini dalam Faidhul Qodir Syarh Jami'us Shaghir: Beliau memberi penjelasan atas beberapa pertanyaan yang mungkin sempat terjejal ketika pertama kali membaca hadis di atas. Mengapa hanya dengan silaturahmi kepada orang-orang terdekat orang tua bisa dikatakan sebagai sebaik-baiknya kebaikan.

Menurut beliau, silaturahmi yang dilakukan kepada orang-orang terdekat orangtua pasti akan semakin memperkuat hubungan antar keduanya. Dari pertemuan dan silaturahmi tersebut, juga pasti sedikit banyak akan mengalir doa-doa kepada orang tua kita yang telah mendahului kita. Pada nantinya akan membuat hati orang tua menjadi lega, karena hubungan baik yang selama ini telah dibangun ternyata bisa diteruskan dengan baik oleh sang anak.

Demi mengamalkan hadis ini, pernah suatu ketika Abdullah bin Umar didatangi oleh seorang badui yang mengaku berteman baik dengan Ayah Abdullah bin Umar yang tak lain adalah; Umar bin Khattab. Mendengar itu, Abdullah bin Umar lantas menyambutnya dengan penghormatan yang baik, menjamu dengan jamuan istimewa. Bahkan beliau juga memberikan banyak hadiah kepada badui tersebut. Karena apa? ya untuk menyambung silaturahmi yang telah dijalin oleh orang tuanya.

Semoga kita semua ditakdirkan selalu menjaga erat tali-tali silaturahmi.

Posting Komentar

0 Komentar