Tentang Perjumpaan dan Perpisahan


Saya sangat menyukai perjalanan. Apalagi perjalanan yang melahirkan pertemuan-pertemuan baru. Baik dengan orang-orang baru atau pertemuan kembali dengan kawan lama yang telah lama tak bertemu. 
.
Karena bagi saya setiap pertemuan dan perjumpaan adalah hal yang istimewa. Setiap orang memiliki cerita, latar belakang serta pemikiran tersendiri. Lewat pertemuan itulah kemudian akan melahirkan pengetahuan serta sudut pandang yang baru dalam diri saya ketika melihat dan memandang segala sesuatu.
.
Makanya setiap mempunyai kesempatan ke luar kota. Salah satu yang tak boleh saya lewatkan adalah mengobrol dengan siapapun yang bisa saya temui. Penjual nasi goreng, sopir Grab, tokoh setempat atau bahkan pengamen di bus sekalipun.
.
Dari mereka lah, kemudian perjalanan saya tidak berhenti seputar tempat-tempat yang menarik. Juga tidak sekedar bentangan jarak kilometer yang terlewati. Lebih dari itu, perjumpaan itu membuat gairah-gairah saya terlahir kembali.
.
Setidaknya dari cerita mereka, saya bisa mendapatkan pelajaran mahal dari pengalaman hidup bertahun-tahun. Sungguh enak bukan, kita hanya mengobrol sudah mendapat pengalaman yang jika dinominalkan itu tidak akan ternilai harganya. 
.
Dan dari sederet orang yang pernah saya temui, dari berbagai latar belakang yang berbeda. Banyak sekali topik serta insight baru yang saya dapatkan. Ada yang bercerita tentang pengalaman usahanya, seperti Pak Kopi Tebing yang sudah saya tulis di tulisan sebelum ini. Ada yang membuka wawasan saya tentang dunia industri kreatif, tentang Jamaah tabligh dan masih banyak sekali. Tidak sedikit pula perjumpaan saya dengan orang baru yang justru mengancam nyawa dan kehormatan saya.
.
Tapi saya akan bercerita satu hal dulu. tentang pertemuan saya dengan seorang pengamen di Kota Malang.Saya bertemu dengannya secara tidak sengaja. Secara penampilan ia tampak stylish. Tak seperti pengamen lain yang biasanya tampak kumuh dan acak-acakan.
.
Suaranya sangat bagus dan enak. Kala itu memang saya agak terlalu malam ketika di terminal Arjosari. Idealnya saya harus berada di sana siang atau sore agar mendapat Bus menuju Surabaya. Namun, pada waktu itu saya baru sampai di sana ketika malam hari. Jadi saya harus menunggu agak lama untuk mendapatkan bus yang membawa saya ke Surabaya.
.
Nah dalam momen itulah saya bertemu dengan masnya tadi. 
.
Karena bosan menunggu Bus saya iseng saja mendatangi masnya yang sedang duduk bersantai di tepian tunggu terminal. Nampaknya ia sudah capek bekerja seharian.
.
"Mas boleh ikut nyanyi mas" ajak saya.
.
Saya memang kalau sudah nekat, sudah tidak punya malu sih. Saya tidak peduli dengan orang sekitar. Pokoknya saya pengen nyanyi. Sudah bosan diam dan menunggu. Masnya menyambut dan menawarkan untuk nyanyi lagu apa. 
.
Kami pun bernyanyi tanpa malu di tengah kejenuhan penumpang menunggu Bus datang. Lagu apa ya dulu, oh ya Surat Cinta Untuk Starla. Beberapa orang menatap kami lamat-lamat. Dan beberapa yang lain tidak memperdulikan.
.
Setelah bernyanyi kami pun berkenalan. Melihat penampilan saya, masnya sudah bisa menangkap saya berasal dari pesantren. Mas nya bercerita dengan agak haru.

"Istri saya beberapa waktu lalu, meninggal mas" Masnya melanjutkan berbicara sambil menahan air mata. Saya agak gak enak dan pakewuh. Khawatir obrolan saya menjadi pemicu kesedihan bagi masnya. Tapi masnya justru melanjutkan.
.
Jadi sebelum istrinya meninggal masnya ini kerjaannya show dari kafe ke kafe dan satu acara ke acara yang lain. Ia mempunyai satu grup akustik yang jadwalnya cukup padat. Dulunya ia juga bukan siapa-siapa, ia merintis karir sebagai musisi di jalanan sebagai pengamen. Nah istrinya ini adalah satu orang yang begitu tulus menerima sang mas apa adanya. Ikut setia menemani karirnya dari bawah hingga mapan.

Ia masih begitu sesenggukan dalam bercerita. “Ini mas foto terakhir saya bersama istri dan anaknya” Ia menunjukkan beberapa kolase foto di galeri Hape miliknya. Terlihat sesosok perempuan cantik dan anak mungil diapit oleh sang bapak yang terlihat gagah. itulah foto mereka bertiga yang nampak bahagia. Dalam hati saya hanya diam. Sabar mas” karena saya sendiri saat belum pernah benar-benar kehilangan sosok yang saya cintai. Yang jelas ia begitu sedih karena kehilangan.. 
.
Nah, kenapa ia kembali ke jalanan untuk mengamen? saya tidak berani bertanya secara langsung. Khawatir itu adalah hal yang sensitif bagi masnya. Namun yang saya tangkap dari ceritanya adalah, mungkin dengan mengamen itulah ia kembali bisa merasakan kehadiran sang istri. Sang istri yang begitu hebat menerimanya  apa adanya dari jalanan. Sang istri yang begitu setia. 
.
Nah mungkin dengan ia kembali ke jalanan, mengingat awal pertemuan dengan sang istri. Itu semua bisa mengobati perasaan kehilangan dan kerinduan.

Memang, kehilangan itu memang hal yang sangat berat. Bukan hal yang mudah agar bisa secara ikhlas melepaskan itu semua. Lekatan ingatan dan kenangan yang begitu kuat, membuat sebagian orang terkadang memilih untuk denial terhadap kenyataan. 
.
Dari masnya inilah saya belajar bahwa perihal kehilangan itu adalah keniscayaan. Namun, dari kehilangan tersebut kita bisa memilih untuk tetap berdamai dengan kenangan atau justru menyalahkan keadaan.
.
Dan setahun lalu saya benar-benar merasakan perasaan kehilangan itu. Saya kehilangan bapak yang sangat saya cintai.
.
Berat memang, tidak ada orang yang benar benar siap merasakannya. 
.
Namun, saya kemudian dapat berdamai sebagaimana mas pengamen tersebut. Bahwa hanya dengan melakukan hal-hal kecil yang sering dilakukan bapak, saya sudah bisa merasakan kehadiran bapak kembali. Dengan menyeduh white coffe kesukaan bapak di pagi hari, membaca koran, menyantap Nasi Boran andalan bapak kala sore di Lamongan, hingga menyaksikan persela berlaga sudah cukup mengobati segala kerinduan itu. 
.
“Tolong mas ya ketika sampai di pesantren, saya minta tolong ke teman-teman samean untuk mendoakan istri saya”. pinta Masnya ketika saya berpamitan
.
“Benar ini mas saya mohon”
.
“Siap insyaAllah mas” 
.
Dalam perjalanan saya tak henti-hentinya mengingat pesan masnya tadi. Bahkan seingat saya, saya dan teman saya membaca tahlil singkat di atas bus untuk mendoakan istri masnya.
.
Dan satu lagi yang membuat saya salut. Walaupun masnya sedang menanggung kesedihan mendalam, Namun ia dapat menyembunyikannya dari semua orang yang ia temui. -kalau saya tentu pengecualian lah ya- heheh. Ia justru hadir memberikan kebahagiaan lewat lagu-lagu yang ia bawakan.
.
Kesedihan itu cukup dirinya sendiri yang merasakan. Orang lain harus tetap bahagia. Hal yang sangat sulit kita lakukan. 
.
karena biasanya kita ketika sedih, kita akan sibuk menampakkan kesedihan. Crita sana-crita sini. Seperti hanya kitalah orang paling malang sedunia. Hal itu tidak salah memang dan sangat manusiawi. Akan tetapi jika sudah sampai taraf melewati batas itu yang mengkhawatirkan.
.
Akan tetapi lain halnya dengan mas nya tadi, ia dengan begitu kuatnya mengubah energi kesedihan yang begitu besar untuk membahagiakan orang lain.
.
Saya jadi teringat salah satu nasehat ketika Ngaji Ihya KH. Abdurrahman Faqih beberapa waktu lalu. Dalam Ihya beliau menyitir salah satu Hadis. Suatu saat Rasulullah didatangi oleh Jibril:

يا محمد، عش ما شئت فإنك ميت، وأحبب من شئت فإنك مفارقه، واعمل ما شئت فإنك مجزي به

"Jibril as datang menemui Rasulullah saw dan berkata: wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu karena sungguh engkau pasti mati, cintailah siapapun yang engkau mau karena sungguh engkau pasti berpisah dengannya. Berbuatlah sesukamu karena sungguh engkau pasti menemui (balasan) atas perbuatanmu itu”
.
Inti tulisan tidak jelas ini adalah Karena berpisah adalah sebuah keniscayaan. Maka, berikanlah yang terbaik bagi mereka yang kau cintai selagi engkau bisa”

Cerita-cerita perjumpaan lain akan saya spill lain kali hehehe.


Posting Komentar

0 Komentar