Santri Mbeling dan Janjinya

 



Hari ini 6 Desember 2021 merupakan hari ulang tahun salah satu guru saya; H. Agus Habibullah Sholeh. Beliau merupakan salah satu guru favorit saya di sekolah. Gus Habib -begitu kami memanggil beliau- merupakan sosok yang sangat alim luar biasa. Beliau merupakan lulusan Al-Ahgaff Yaman. 



Beliau merupakan guru wali kelas saya sejak kelas 1 Aliyah dan kelas 3 Aliyah. beliau mengajar Jauharul Maknun Balaghah, dan di kelas 3 beliau mengajar dan Tarikh Tasyri’ al Islamiyyah. Selain di jam sekolah beliau juga mengajar Washailul Wushul dan dars Idzofi Fiqh Madzhab Syafii. 

Selama mengajar beliau dikenal sebagai guru yang rendah hati dan sangat tawadhu’. Bertemu siapapun beliau pasti akan tersenyum. Setiap orang yang bertemu beliau akan dibuat jatuh cinta dengan akhlak yang luar biasa. Namun, ketika mengajar di kelas jangan ditanya, keterangan yang beliau berikan sangat lengkap dan jelas. Mutiara-mutiara ilmu yang terpancar dari beliau sangatlah luar biasa. Ketika membahas satu dua baris misalkan, beliau akan menjelaskan panjang lebar hal tersebut dengan penjelasan yang berbobot dan menyenangkan. Sekali-kali beliau juga menyelipkan dengan cerita hikmah yang mengandung banyak sekali faidah.

Dari beliaulah saya terinspirasi untuk terus menulis catatan-catatan atas apa yang beliau ajarkan. Berikut ini beberapa catatan saya dari pengajaran beliau yang sudah terpublikasi.


https://yazidfath.blogspot.com/2019/11/catatan-mauidzhoh-gus-habib-maulid.html

https://www.facebook.com/ittibaahmad/photos/a.196917537616697/732229217418857/

https://www.facebook.com/ittibaahmad/photos/a.169429600365491/169429590365492/

https://islami.co/marbot-masjid-al-azhar-yang-ahli-ilmu-nahwu/ 

https://www.instagram.com/p/CMy1ogypRNU/?utm_source=ig_web_copy_link


Pernah suatu ketika, ketika saya berkonsultasi mengenai salah satu pembahasan di karya ilmiah yang membingungkan. Saya kesulitan memilih diantara berbagai pendapat di Kitab Saadat al-Darain mengenai diterimanya shalawat yang tidak ikhlas. Apakah diterima atau tidak. Karena di kitab tersebut mayoritas pendapat mengatakan tidak diterima. Sedangkan yang umum dipahami dan sering disampaikan para muballigh adalah, shalawat apapun bentuknya pasti diterima Allah. 


Menyikapi hal itu beliau memanggil saya  ke ndalem dan membuka kitab beliau, lantas menjelaskan dengan detail konteks permasalahan tersebut. Beliau menjelaskan memang mayoritas pendapat yang ditulis dalam Kitab Saadat al-Darain adalah pendapat yang mengatakan tidak diterima. Hal itu bisa dipahami karena sang pengarang Syekh Ismail bin Nabhani merupakan salah satu ulama dan wali besar. Maka, wajar saja jika dalam masalah hubungan dengan Rasulullah beliau lebih berhati-hati. 


Oleh Gus Habib kemudian dianjurkan untuk tetap menulis pendapat yang mengatakan diterima saja. Karena, sasaran dari buku ini adalah untuk orang awam. Sehingga mereka menjadi termotivasi dengan membaca buku ini. Setelah itu saya menjadi rutin berkonsultasi sowan kepada beliau.

Tapi saya masih punya satu hutang janji yang sampai saat ini masih belum saya penuhi. Dulu ketika masih kelas 1 Aliyah. Seperti biasa, pelajaran balaghah beliau yang mengampu. Sebagai wali kelas beliau mewajibkan setiap siswa untuk setoran di ndalem. Setiap siang, setelah jamaah dzuhur secara bergantian kami sekelas menyetorkan hafalan sesuai jadwal. Biasanya setiap siswa mendapatkan jatah satu minggu satu kali. Maklum saja, jumlah satu kelas aliyah waktu itu hampir 70 anak. Sehingga jadwal setoran pun dibuat bergantian.


Nah, saya ini termasuk santri dan siswa yang mbeling. saya sering kali tidak ikut setoran. Karena sering tidak menghafalkan sebelumnya. Saya sering mendapatkan ta’ziran karena hal ini. Kalaupun setoran saya biasannya hanya menyetorkan 2-5 bait saja.


Sebenarnya  tidaklah sulit untuk menghafalkan nazam ini. Lawong di tahun sebelumnya saya bisa menghafal 1002 bait alfiyah, secara diatas kertas Jauharul Maaknun yang berjumlah kira-kira 250 bait seharusnya bukan perkara sulit.


Tapi mungkin karena memang di Aliyah ini tidak terlalu mewajibkan untuk hafalan, dan tentunya faktor kemalasan diri saya sendiri. 250 bait itu pun tidak khatam.

.

Dan pernah suatu ketika, pada saat mau ujian, semua siswa yang setoran ditanya oleh beliau secara pribadi. Pertanyaannya sederhana.

.

“Iso khatam?”

Jawabannya sebenarnya sederhana. Tinggal mengatakan ya atau tidak. Namun konsekuensi dari jawaban itulah yang begitu mendebarkan. Kala itu saya dengan begitu yakinnya menjawab.


“Nggih” jawab saya waktu itu.

“Janji ya?”

“Wong lanang iku dicekel teko omongane ya” Tambah beliaubeliau 


saya hanya tertunduk


Saya pun menunduk mengiyakan. Kututup nadzamanku. Dan beringsut menunduk, sambil mundur. Keluar ndalem beliau. beliau menatap saya sebentar. Kemudian menerima setoran anak lain lagi.

.

Dan sampai saat ini saya masih berhutang hal tersebut. Entah kapan saya bisa menepatinya. 

.

Mohon maaf gus, sampai hari ini saya belum menjadi lelaki sejati. Janji khatam yang sudah terucap tiga tahun lalu masih hanya menjadi janji. Saya malu sekali sebenarnya menulis ini. Tapi karena janji adalah hutang, dan saya kira butuh waktu untuk melunasi itu. Di hari ulang tahun jenengan ini saya berdoa agar jenengan senantiasa diberi kesehatan, sehat wal afiat, senantiasa diparingi kaberkahan.

 

Sugeng ambal warsa gus. 


Saya juga selalu berharap dan berdoa agar selalu diakui menjadi santri dan murid jenengan. Dengan itu saya yakin, dengan doa tulusmu di setiap malam, entah kapan saya yakin suatu saat saya akan melunasi janji saya gus!

Posting Komentar

0 Komentar