Lesbumi Malang dan Orang-Orang yang Membumi

Kali ini saya akan bercerita pengalaman semalaman berkumpul bersama para budayawan kota Malang. 

.

Sebelumnya saya tidak membayangkan bisa bertemu apalagi berkumpul bersama mereka. background saya sendiri tidaklah budayawan. Tapi saya banyak mengagumi sosok-sosok budayawan Indonesia. Oleh sebab itu ketika saya ditawari oleh Mas Bagus, -salah seorang temannya teman saya di Malang- untuk ikut acara pembacaan serat Saptawikrama yang diselenggarakan oleh LESBUMI Kota Malang. Langsung tanpa pikir panjang saya iyakan.

.

kapan lagi coba bisa berkumpul dengan mereka. Toh di Lesbumi Malang saya sudah pernah bertemu dua orang diantara Mereka. Mas Sindhu dan Mas Fathul Pranata Praja. Keduanya pernah kami undang di Langitan untuk mengisi diskusi kepenulisan dan teater. 

.

Acaranya sebenarnya dimulai pukul 21.00 WIB, tapi saya dan teman-teman sudah sampai setengah jam sebelumnya. Acara itu digelar di Kedai SWK  kepanjangan dari Sapta Wikrama. Lokasinya berada di dekat komplek ma’had Al-Hikam Malang.

.

Awalnya saya bingung. apa sebenarnya Saptawikrama. Kok acaranya pembacaan serat Sapta Wikrama dan lokasinya pun di kedai SaptaWikrama. Apa ini serat peninggalan para sunan atau serat-serat yang jauh lebih kuno peninggalan kerajaan-kerajaan hindu kuno.

.

Dari awal bayangan saya akan acara tersebut adalah kajian dan diskusi terkait naskah-naskah kuno. Utamanya serat-serat tersebut. 

.

Ndilalah, ternyata perkiraan saya salah besar.

.

Ternyata Serat Saptawikrama adalah wirid atau aurad. Iya benar. Tak jauh beda dengan ratibul Haddad, Ratibul Athas atau berbagai wirid lainnya.

.

Namun Serat Saptawikrama ini sangat jauh lebih tebal. Mungkin 6 kali Ratibul Haddad. Lawong mulai jam setengah 10 malam membaca wirid itu sampai pukul setengah 11. 2 jam persis. Saya sendiri yang di pondok diajari wirid lama peh ngeluh ndak karuan e. Tapi gapapa ini adalah pengalaman baru.

.

Ternyata dan ternyata serat ini merupakan gubahan dari Prof. Agus Sunyoto budayawan dan sejarawan kondang itu. Ceritanya dulu ketika tsunami di Palu beliau bersama beberapa koleganya menyusun serat tersebut sebagai ikhtiar untuk mendoakan kondisi Indonesia saat itu. Serat itu juga kata mas Fathul juga bertepatan dengan pertemuan petinggi kapitalis dunia di Bali. saat itu ada pertemuan global antar pengurus IMF dunia. Nah serat Saptawikrama ini kemudian adalah jawaban atas berbagai keresahan tersebut. 

.

Ceritanya juga, sebelumnya kegiatan pembacaan serat Sapta Wikrama di PC Lesbumi Malang sudah jarang dilakukan. Mas Sindhu kebetulan ketika bertemu dengan Kiai Jadul Maula, Pesantren Kaliopak Jogja yang juga pengurus LESBUMI PBNU ditanya mengenai amalan Serat Sapta Wikrama di Malang. tak lama setelahnya beliau juga ndilalah mendapat mimpi yang berkaitan. Dalam mimpinya tersebut ada isyarah untuk membuat acara dan ada simbol buah belimbing. Benar saja, untuk menjalankan amanat mimpi itu dalam acar tersebut dibuat jus belimbing.

.

Hingga ketika selesai acara salah seorang melempar guyonan

 


“Gini yo, zaman sekarang penerapan syiir penekno blimbing kuwi wes bedo. Lek biyen dipenek saiki diganti -cah angon-cah angon jusno blimbing kui-”

.

Demi mendengar itu seisi ruangan tertawa. 

.

Selesai acara suasana bertambah gayeng. Obrolan-obrolan ringan serta humor yang keluar dari wajah mereka sungguh membahagiakan. Humornya pun cerdas tidak murahan.

.

Yang membuat saya heran ini yang berkumpul orang-orang hebat semua. Tak banyak yang saya kenal memang, akan tetapi dari informasi yang saya himpun beberapa diantaranya adalah profesor di Universitas Gajayana, ada yang memang budayawan nyel, dalang, ada yang dosen. Tapi mereka semua meninggalkan titel-titel akademik itu dan gumbul guyon seperti orang biasa. Bahkan saya sendiri tidak bisa membedakan, saking guyub dan gayengnya obrolan dan guoynan di sana. 

Mereka juga tidak membedakan orang-orang yang datang, semua dianggapnya sama. Semua diajak bicara. Saya juga beberapa kali bertanya, karena rasa penasaran. Termasuk perihal wirid serat saptawikrama diatas. Kok  bisa wong orang-orang budayawan gini bisa betah wiridan lama.

.

Lewat tengah malam saya berpindah keluar menyusul Mas Fathul yang berpindah terlebih dahulu. Saya penasaran dengan buku barunya, "Kiai Khos di Belakang Gus Dur" katanya kok proses riset dan penggalian datanya tidak hanya dilakukan dengan penelusuran literatur tapi juga lewat jalur-jalur 'langit' spiritual yang tak tertutur. 

.

 Benar saja, sambil mngepulkan asap rokok dalam-dalam Mas Fathul mulai bercerita panjang. Mulanya Mas Fathul merasa terusik dengan pernyataan salah satu tokoh intelektual Jogja yang juga dikenal dekat dengan Gus Dur dalam sebuah acara podcast Mojok. Dalam pernyataannya tersebut, Mas Hairus Salim, -tokoh yang dimaksud Mas Fathul- menyatakan bahwa kiai-kiai khos yang sering disebut Gus Dur hanya sebuah retorika dan strategi politik. Mas Hairus Salim nampaknya tidak terlalu percaya dengan hal-hal klenik Gus Dur.

"Mungkin bisa jadi karenaa memang Hairus Salim hanya berinteraksi Gus Dur dalam lingkungan akademis. Jadi hal-hal tadi tidak rasional baginya" Timpal saya

"Nah iya makanya saya ingin menulis buku ini, agar masyarakat tidak salah faham. La wong Mas Hairus Salim orang dekat Gus Dur saja tidak percaya apalagi masyarakat awam"

Obrolan kami melebar, bahkan tak terasa sudah pukul 2 dini hari. Dua teman saya sudah tidur, saya juga agak ngantuk. Mas Fathul masih ngobrol dengan beberapa orang. Saya pamit tidur. Mau balik ke kontrakan teman sudah terlalu malam, mau balik ke pondok Darun Nun juga terlalu jauh. Akhirnya saya menyusul dua teman saya ikut tidur di kafe tersebut. 

Malam itu saya saya lega sekali. Pertama, saya sudah bisa bertemu KH. Luthfi Basori, juga sudah mendapat janji bertemu dengan Gus Abdullah Murtadlo. Ketiga, malam itu juga saya bisa mendapat banyak ilmu dari orang-orang hebat yang begitu membumi. Saya pikir itulah alasan kenapa bertemu dengan orang-orang yang membumi seperti itu begitu menyenangkan. Selain menambah banyak sekali pengetahuan juga saya bisa sekaligus belajar untuk tetap membumi, di tengah usaha banyak sekali orang untuk melangit.

 



Posting Komentar

0 Komentar