Teteh dan Teh Tawar Jabar


Bus rombongan wali songo yang saya tumpangi baru saja berhenti di salah satu rest area di daerah Bandung. Dingin betul kala itu. Switer yang saya kenakan pun masih tidak ada apa-apanya. Maklum, rombongan kami baru saja dari Jakarta yang lumayan panas. Jadi peralihan suhu ini benar-benar terasa di kulit. karena hawa dingin itu sebenarnya saya malas untuk turun, akan tetapi tuntutan perut rasanya lebih patut untuk dituruti daripada ancaman dingin yang menghampiri.

.

Beberapa diantara rombongan kami masih pulas tertidur. Saya bersama beberapa teman memilih untuk turun dari Bus menuju salah satu kedai yang berjejer di rest area tersebut. 

"Indomie goreng satu bu" Pesan salah satu teman saya.

.

"Abdi juga white coffe satunggal bu" Saya ikut memesan. Tapi sok-sokan pakai logat sunda. Teman saya yang dari kuningan, memukul punggung saya dari belakang. Pertanda apa yang saya ucapkan salah. Atau aksen dan logatnya yang berma
salah. Saya pun menyadarinya. Ibu penjual juga tertawa ringan. Paham saya bukan orang sunda. 

.

Tak lama pesanan kami datang. satu mangkok mie, white coffe dan satu gelas teh dihidangkan. Saya bingung, perasaan saya tidak memesan teh. Kok dikasih teh. Saya memandang teman saya, Mengedipkan mata. Ia juga tampaknya memberi sinyal yang sama. Ia juga bingung. Kualihkan pandangan ke teman saya yang asli Jawa Barat. dia langsung paham.

"Memang gini zid di Jawa Barat, Kalau pesan makanan mah langsung diberi teh"

.

Mantuk-mantuk saja saya. Saya baru mengetahui kultur ini. 

.

"Oh iya sama itu tehnya tawar lo" ia pun menambahi

.

Benar saja setelah ia minum rasa tehnya tawar. Akhirnya teman saya meminta ibu penjual untuk menambah gula pada tehnya. 

.

Cerita diatas adalah pengalaman pertama saya mengenal budaya teh di Jawa Barat. Dan Memang seperti itu. Karena orang Jawa Barat mempunyai kebiasaan ketika minum teh adalah dengan  disajikan secara hangat tanpa gula. Makanya, tak heran jika semua rumah makan di Jawa Barat akan memberikan teh tawar secara gratis. Kecuali ia memesan teh manis, teh tersebut tidak jadi gratis. Melainkan harus dibayar secara penuh.

.

Kalau saya tanya ke beberapa teman dan beberapa teteh yang menjual makanan.  Mengapa sih orang Jawa Barat lebih menyukai teh tawar dari pada manis. Sebagai orang Jawa, jujur saya sulit menerimanya. Masak teh gak ada rasanya disukai. Namun, semuanya jawabanya sama.

.

"ini mah sudah kebiasaan orang sunda a'."

.

Semuanya seperti itu. Sebenarnya saya ingin mendapatkan jawaban yang lebih. Entah itu dengan pendekatan sejarah, atau alasan-alasan lain yang bisa memuaskan penasaran saya. Kalau saya baca-baca di internet sebenarnya banyak sekali alasan di balik budaya ngeteh tawar di tatar sunda ini. Tapi kok rasanya saya masih belum puas dengan jawabannya. Kayak masih belum kuat kalo tidak diberitahu oleh orang sunda asli.

.

Tapi entahlah daripada saya bingung menerka-nerka toh saya nikmati saja sajian teh tawar itu. Dan terbukti setelah beberapa hari hidup di tanah Sunda saya sudah terbiasa menikmati teh tawar itu. Menyeruputnya disela-sela makan. Dan menikmatinya sebagai minuman penutup yang tak boleh dilewatkan. Toh walaupun rasanya tawar, kalau yang menyajikan teh adalah teteh-teteh sunda mah tetap karaos manis euuy.

.

Makanya pesan saya bagi siapapun kalian orang jawa khususnya yang hendak atau kebetulan sedang di Jawa Barat.

.

"Kalau ke sunda mah jangan nyari teh manis, cari aja teteh manis. Jelas tak diragukan lagi manisnya!"

.

Loh sebentar jangan tertawa, bener yakin bener ini! wkwkwk


Posting Komentar

0 Komentar