Malam Jumat Ramadhan gini jadi keinget tahun lalu. Ketika ikut pengajian Balagh Ramadhan di Sarang. Nah seperti yang dilihat dalam foto tersebut. Saya bersama kawan-kawan mengisi libur kegiatan untuk ziarah sekaligus 'plesir' sedikit ke Lasem. Suatu keberuntungan juga keesokan harinya kami semua bisa diterima sowan di ndalem KH. Abdul Qoyyum Manshur.
.
Ada pengalaman yang tak terlupakan dalam momen sowan tersebut. Walaupun disitu kami hanya beberapa menit bertemu. Sekedar mengenalkan diri dan minta barokah doa. Namun, disitu saya melihat satu hal —yang tentunya sudah menjadi kebiasaan para kiai.
.
Yakni koleksi kitab yang luar biasa banyak. Satu ruang tamu yang kami masuki sisi kanan dan kiri penuh dengan kitab.
.
Seperti biasa ketika melihat koleksi kitab yang begitu banyak, saya punya kebiasaan untuk melihat judul-judul kitab tersebut. Dengan tujuan siapa tahu ada satu judul kitab yang belum dimiliki perpustakaan. Terbukti dulu pernah ketika saya berkunjung di salah satu rumah kiai di Gresik saya menemukan Syarah Tafsir Jalalain yang baru saya temui waktu itu.
.
Setahu saya syarah Tafsir Jalalain hanya Hasyiah Showi saja. Ternyata di rumah kiai tersebut saya menemukan Hasyiyah lain yang dikarang oleh Syekh Jamal. Namanya Futuhatul Jalalain.
.
Disela-sela dowan tersebut saya pun diam-diam mrngamati ratusan kitab itu. Dan pandangan saya pada saat itu tertuju pada ruangan dalam beliau yang tersekat dengan taman yang indah. Disitu juga terdapat ratusan kitab ditambah dengan satu set meja dan kursi yang futuristic. Itulah 'ruang kerja' beliau.
.
Sungguh begitu indah dan nyaman. Meja dan kursinya pun tidak sembarangan. Lebih mirip meja kerja direktur perusahaan. Cuman bedanya meja itu juga penuh dengan kitab yang tersusun rapi.
.
Yang membuat ruangan itu spesial tentu viewnya yang menawan, walaupun berada di ruang belakang, namun sengaja dibuat yaman ditengahnya. Yang membuat ruangan itu serasa benar-benar menjadi taman surga.
.
Disitu saya menyadari satu hal. Betapa para kiai punya perhatian khusus akan kebiasaan membaca. Sampai beliau punya ruangan khusus untuk menelaah dan membaca. Saya menduga beliau merancang khusus ruangan tersebut dengan indah agar lebih nyaman dalam menelaag sebuah kitab.
.
Saya juga baru menyadari, tak usah jauh-jauh kiai-kiai saya di Langitan pun juga melakukan hal serupa. Saya tahu itu sejak lama, namun baru kali ini mrnyadari fungsi ruang khusus itu.
.
Seperti KH. Abdurrahman Faqih yang didepan pintu masuk ndalrm beliau terdapat meja khusus untuk menelaah, biasanya beliau sebelum mbalah kitab prngajian terlebih dahulu menelaah nya fi ruang tersebut. Saya sendiri pernah masuk ke ruangan tersebut ketika hendak meminta taushiyah Majalah. Fan mrmang itu sangat nyaman. Diatas meja tersebut tersusun rapi kitab-kitab yang begitu banyak. Juga ada Koran-koran yang mrnunjukkan bahwa beliau juga aktif mengikuti informasi terkini.
.
Begitu pula Kiai-kiai yang lain delain punya koleksi ratusan bahkan ribuan kitab. Tentunya punya ruangan khusus untuk menelaah kitab tersebut.
.
Memang seperti itu kebiasaab dan kecintaan para kiai akan ilmu pengetahuan.
.
Seperti yang dikatakan oleh Imam Zamahsyari yang dikutip oleh Syekh Abdul Fattah Ghuddah Dalam kitabnya Safahat min Shobril Ulama:
مجد التاجر بكيسه، ومجد العالم بكرارسه
"Kebanggan seorang pedagang adalah dengan (ketebalan) dompetnya, sedangkan kebanggaan seorang alim adalah dengan (koleksi) kitabnya."
.
Dalam kitab yang sama Syekh Abdul Fattah Ghuddah juga mengutip sebuah cerita mengenai betapa kebiasaan mrmbaca telah menjadi pilihan hidup seorang ulama. Bahkan tidak hanya ketika didunia yang profan ini. Bahkan dalam kehidupan yang abadi mereka memilih menelaah pengetahuan.
.
Diceritakan imam Ibnul Jauzi (Pengarang Kitab Sifatus Sofwah) bermimpi bertemu dengan Ulama madzhab Hanafi Syekh Hamdan (wafat : 569 H). Semasa hidupnya beliau terkenal dengan kecintaannya yang sangat besar dengan kitab.
.
Dalam mimpi tersebut Imam Ibnul Jauzi bertemu dengan Syekh Hamdan yang waktu itu sudah wafat dalam keadaan yang begitu ceria sedang menelaah kitab-kitab yang begitu banyak. Entah berapa jumlahnya sampai Imam Ibnul Jauzi menggambarkan kitab yang sedang ditelaah dengan jumlah yang tak terhingga.
.
Melihat itu Ibnul Jauzi menyapa Syekh Hamdan yang sedang serius menelaah kitab-kitab tersebut.
.
"Loh, panjenengan disini (di akhirat) kok begitu banyak menelaah kitab-kitab?"
.
"Yah, karena kemarin saya meminta kepada Allah untuk memperkenankanku beraktifitas sebagaimana kesibukanku di dunia untuk menelaah kitab, dan Allah mengizinkan." Jawabnya ringan
.
0 Komentar