KONSISTENSI PESANTREN MENGAWAL NKRI

*Oleh-oleh dari Bahtsul Masail FMPP ke-XXXVI di Lirboyo, 12-13 Februari 2020.
.

Jujur, pengalaman bertukar pengetahuan di forum Bahtsul Masail FMPP kemarin merupakan salah satu pengalaman paling mengesankan. Selain karena ajang tersebut meruapakan ajang paling bergengsi dari segala event Bahtsul masail. Juga disitu saya bisa mengais pengetahuan dari para dewan mushohih dan perumus yang super keren dan alim-alim.
.
Para peserta semuanya juga pasti merupakan yang delegasi terbaik dari pesantrenya. Tak terkecuali partner partner saya . Kalo saya sih statusnya hanya penderek belio2 dan sebagai tuan rumah ampiran. Biar bisa mampir ke rumah trus makan hehehe.
.
Karena berstatus hanya sebagai penderek. Saya hanya mengamati dan mencatat beberapa hal yang menurut saya menarik dan bisa dikonsumsi publik nantinya. Karena dalam forum ini banyak sekali ilmu dan hikmah yang sungguh eman jika hanya dikonsumsi sebagai kalangan. Nek jerene sihh istilahe eksklusif.  Untuk hasil keputusan bisa anda download di website resmi Lirboyo atau di aswajamuda.net milik ust. Muntaha AM.
.
Nah dari perhelatan tersebut saya menangkap fenomena menarik yang juga diutarakan oleh Menteri Agama pak Jendral Purnawirawan Fakhrul Razi pada saat penutupan. Dimana pesantren sejak dulu telah berkontribusi besar dalam perjalanan sejarah Indonesia.
.
KH. Kafabihi Mahrus juga menyampaikan sebuah cerita mengenai  proses pengembalian Irian Jaya dari cengkraman Belanda tidaklah lepas dari peran pesantren. Dimana pada saat itu Bung Karno meminta fatwa kepada KH  Hasyim Asy'ari mengenai tindakan yang harus dilakukan atas Irian Jaya.
.
Dengan tegas KH. Hasyim Asy'ari menjelaskan masalah tersebut dengan dengan berdasar dari kitab Fathul Qorib bahwa penguasaan Belanda itu merupakan 'ghosob'. Sehingga harus diadakan perundingan untuk mediasi dengan Belanda jika tidak bisa baru dipaksa untuk kembali diambil alih RI. Akhirnya Irian Jaya pun kembali ke pangkuan NKRI berkat kaum pesantren.
.
Dalam konteks kajian BM FMPP kali ini, isu-isu yang dibahas pun tak luput untuk memikirkan kemaslahatan bangsa. Seperti halnya untuk menanggapi polemik penghapusan UN. Kaum pesantren merasa tertantang untuk urun rembug mengenai sistem ujian atau pendidikan yang dianjurkan oleh syariat.
.
Hal ini lah yang membuat Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri atau yang mewakili. —entah siapa namanya. yang juga diundang dalam forum untuk menjelaskan duduk persoalan kebijakan Mas Mentri Nadiem Makariem mengenai penghapusan UN ini.
.
"Saya salut dengan kalian. Wong jelas-jelas tidak ikut ujian nasional, kok ya masih sempat memikirkan (kemaslahatan) ujian". —Kurang lebih seperti itu dhawuhnya—
.
Saya yang mendengar beliau mengatakan itu seketika berfikir.
"Iya ya kok ya sangar men santri Iki. Yang didiskusikan dan difikirkan adalah urusan pendidikan —yang ia bukan merupakan salah satu didalamnya. Ini artinya kaum pesantren dari masa ke masa selalu resah melihat kondisi sosial kemasyarakatan Indonesia.
.
Beberapa hal tersebut merupakan bukti nyata khidmah atau bakti pesantren pada bangsa.
.
Kembali pada masalah polemik ujian. Dalam forum tersebut disepakati untuk mendukung kebijakan Mas Menteri Nadiem untuk mengganti UN dengan AKM (Assesmen Kompetensi Minimum). Dengan memandang maslahah yang dijadikan acuan penentuan kebijakan tersebut.
.
Para peserta memang tidak menyangsikan urgensi ujian yang menjadi tolak ukur kemampuan siswa. (fatawi al-Azhar, vol. 10 hal. 139)  Toh dalam prakteknya penialaian individu sudah diwakili oleh USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) yang masih diberlakukan. Nah berdasar hal ini UN diganti dengan AKM yang memang mempunyai orientasi lain. Bukan lagi untuk menilai individu siswa. Melainkan untuk menilai lembaga.
.
Mengenai sistem ujian yang sesuai syariat. Para musyawirin tidak menemukan sistem baku. Namun dari sekian musyawirin, mereka menyodorkan aspek-aspek lain yang seharusnya menjadi perhatian dalam ujian. Tidak hanya terfokus pada aspek kognitif. Seperti halnya UN dahulu. Namun juga memperhatikan nilai moral karakakter, afektif dan psikomotorik. Emboh lah opomaneh. Uniknya ternyata istilah ruwet tersebut sudah tertuang lebih dahulu dalam kitab klasik dengan istilah lain tentunya.
.
Menariknya lagi ada satu aspek materi yang ditawarkan salah satu bapak perumus. Yakni wawasan kebangsaan. Menurut beliau aspek ini penting dalam konteks keindonesiaan yang sedang di ancam oleh pelbagai ideologi multinasional yang merongrong kedaulatan NKRI. Saya pun sependapat dengan beliau.
.
Saya punya satu ibarot mengenai esensi pendidikan yang hakiki yang senada dengan pandangan bapak perumus diatas. Namun kemarin belum sempat terutarakan dikarenakan belum dipilih moderator untuk bicara. Juga waktu pada saat itu sudah sangat malam.
.
Ini merupakan pandangan Musthofa al-Ghulayaini dalam kitabnya Idhotun Nasyiin.
.
التربية هي : غرس اخلاق الفاضلة في نفوس الناشئين، وسقيها بماء الإرشاد والنصيحة حتى تصبح ملكة من ملكات النفس ثم تكون ثمرتها الفضيلة والخير وحب العمل لنفع الوطن.
.
"Pendidikan pada dasarnya adalah menanam akhlak yang utama dalam sanubari seorang pelajar. Lantas disirami dengan air petunjuk dan nasehat. Sehingga menghasilkan karakter karakter yang positif dalam dirinya. Dan dapat dituai buahnya berupa keutamaan, kebaikan, dan pro-aktif melakukan karya untuk bangsa. (Idhotun Nasyiin hal. 189).
.
Sekian. Saya tutup tulisan ini dengan kutipan dari almaghfurlah KH. Idris Marzuqi yang tertera di backdrop acara.
.
"Termasuk meneruskan perjuangan ulama' setelah mengusir penjajah adalah berbahtsul Masail."
.
.

Posting Komentar

0 Komentar