Memahami Kitab Kuning Perlu Ketelitian Lebih


                Sabtu yang lalu (04/01), ketika pelajaran Fath al-Muin. saya kembali menemukan betapa dalam memahami ibarat kita harus teliti. Tak cukup sekali dua kali membaca kemudian faham. Minimal tiga kali. Itu untuk ukuran kemampuan rata-rata kek aku gini ya. Tapi kalau kemampuannya kelas high end yah enteng saja. Sekali saja langsung wer paham.
Dan itu terjadi pada sekolah kemarin. Ketika guru saya Al-Mukarrom kiai Maghfur Bisyri mbalah atau membaca bab Ijaroh (Persewaan). Begii full teks yang dibaca belio:
( ولا أجرة ) لعمل كحلق رأس وخياطة ثوب وقصارته وصبغه بصبغ مالكه ( بلا شرط ) الأجرة
فلو دفع ثوبه إلى خياط ليخيط أو قصار ليقصره أو صباغ ليصبغه ففعل ولم يذكر أحدهما أجرة ولا ما يفهمها فلا أجرة له لأنه متبرع
Nah dalam ibarot diatas/ ketika dibaca oleh beliau.
Mulai wala ujrota
“Ora ono upah iku maujud ….” Dibaca sampai akhir
 
Saya menoleh ke teman-teman. Mereka tersenyum. Sepertinya mereka juga menangkap hal yang sama seperti yang aku tangkap. Pandangan saya kemudian kualihkan ke seorang teman yang tersindir oleh ibarat Syekh Zainuddin al-Malibari; yah dialah tukang cukur kami semua. Dia tidak tersenyum, justru melemparkan ekpresi kecut. Tapi itu bukan ancaman bagi saya.

Yah intinya ibarot tersebut adalah. Semua pekerjaan jasa baik itu cukur rambut,  menjahit itu pada dasarnya tidak dipungut biaya upah, dengan catatan pihak pekerja tidak mensyaratkannya di akad. Nah, apabila dalam aqad tersebut menyebut biaya maka wajib bagi penyewa untuk membayar jasa tersebut.

Nah ketika beliau selesai memberikan ibarot diatas  Pikiran saya langsung melayang ke tempat cukur. Kalo ke teman tadi mah jelas gratiss. hehe

“Enak ki kan biasane tukang cukur gak ngomong bayar nag awal pas nyukur, Nek menurut fathul muin iki yo gratisss” piker saya.

“sesok, nek potong, jahit klambi gratis”

Dan ternyata semuia teman saya juga berfikir demikian. Buktinya mereka juga terseyum penuh kepentingan sama seperti saya.

Nah setelag pelajaran saya coba membaca kembali teks itu. Berkali kali. Dan saya menemulkan hal lain. Saya salah. Ya salah.

Saya tidak membaca ibarot itu dengan teliti. Ada satu kalimat yang luput dari pengamatan saya. Kan dalam ibarot disitu disebutkan ولم يذكر أحدهما أجرة ولا ما يفهمها فلا أجرة له

Kalau artinya kek gini:
Ketika kita cukur rambut, atau membawa baju ke penjahit. Kemudian keduanya (penjahit,sang barber / Penyewa jasa) tidak menyebut biaya atau tidak ada sesuatu yang menunjukkan biaya. Maka tidak ada upah dalam pekerjaan tersebut.

Tapi saya luput satu hal yakni kalimat ما يفهمها . Hal ini tidak saya amati betul. Padahal ini sangat krusial. Pemahaman saya salah tanpa ini.

Dalam pemahaman sementara kan saya menyimpulkan sewa tanpa ada janji upah: gratis. Padahal ada kalimat ma yufhimuha. Kalau dibayangkan yang dimaksud itu adalah sesuatu yang sekira membuat kedua belah pihak paham bahwa jasa itu harus bayar.
Kalau dalam tukang cukur biasanya ada pamflet atau apalah yang tertulis biaya cukur rambut. Nah itulah yang dimaksud ma yufhimuha. Jadi kesimpulan yang benar adalah jasa tetap harus bayar.

Dan begitulah pentingnya ketelitian dalam memahami redaksi kitab kuning. Makanya saya dan beberapa teman aktivis bahtsul masail sekarng banyak bermain Zuma Deluxe untuk mengasah ketelitian. Hehehehe

Syukron

Posting Komentar

0 Komentar