Ketika Alfiyah Bicara Terorisme

Saya turut berduka cita yang mendalam atas teror bom bunuh diri di tiga Gereja di Surabaya. Dan saya mendukung sepenuhnya pada POLRI untuk mengusut tuntas terorisme di Indonesia ini. Saya juga mendukung sepenuhnya mengenai perubahan Perppu tentang terorisme, karena saya melihat Polri masih belum mempunyai "kebebasan" dalam menindak terorisme. Dan sebagai santri dan rakyat Indonesia saya pun siap berdiri mengawal apapun bentuk program pencegahan terorisme.

Baiklah, akhir minggu ini pikiran saya judeg bukan main. Pertama kemarin masih ngejar deadline cetak yearbook angkatan. Terus ditambah berita-berita di TV —eh bukan, di Pondok gak ada TV. Di internet maksudnya tentang penyerangan Mako Brimob oleh Narapidana Terorisme. Dan Klimaksnya tadi pagi, dimana 3 Gereja sekaligus menjadi sasaran teror tak bertangging jawab. Enggak Gerejanya yang saya permasalahkan. Tapi itu loo terornya, mbok yo jangan atas nama Islam lak gak masalah to. Itu, bawa-bawa nama Islam tapi malah jauh menjatuhkan wibawa Islam sendiri.

Entahlah saya tak mau diambil pusing dibuatnya. Saya hanya rakyat biasa tak baik mikir kejeron sampek kesitu. Dan saya kok tiba-tiba ingin menulis tentang terorisme deh, tapi lewat sudut pandang lain. Mungkin saat ini di semua media massa baik cetak maupun online bisa panjenengan saksikan dan baca tulisan tulisan para pakar-pakar mengenai isu terorisme ini. Yang tentu isinya sudah maklum berbobot. Berhubung saya baru saja rampung belajar alfiyah di pesantren maka saya akan membahas isu terorisne ini dengan framing atau sudut pandang alfiyah.
"Loh kok bisa? Kan alfiyah bukannya kitab Nahwu ya? Kok ngebahas terorisme segala."
"Tenang, ya memang Alfiyah itu kitab Nahwu. Namun dibalik itu ada sejuta hikmah tersirat yang terkandung didalamnya hehe"

Langsung saja yang pertama:
IDEOLOGI RADIKAL
وما اتى مخالفا لما مضى # فبابه النقل كسخط ورضا
"Setiap ideologi yang tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan Nabi dan Salafuna as-Sholih, maka harus diluruskan"

Ideologi Radikalisme berkembang atas dasar kesalahan dalam pemahaman teks, nash dalam Al-Quran. Mereka hanya memahami sebatas teks tanpa lebih jauh melihat konteks ayat itu diturunkan. Salah satu contoh adalah ayat-ayat jihad dalam al Quran yang selalu mereka maknai sebagai perang fisik (al-harbu). Padahal jika kita menengok dalam sejarah Nabi perang itu hanya beberapa kali, bahkan jika dikalkulasi dengan masa diutusnya Nabi. Itu hanya 1 persen dari 23 tahun diutusnya Nabi. Nabi sendiri ketika pulang dari Perang Badar, mengajak para sahabat untuk melanjutkan perang yang lebih besar. Apa itu? Jihadun Nafsu atau perang melawan Nafsu.

Begitu pula generasi setelah Nabi, mereka juga tak serta merta mengartikan ayat tersebut secara leterlek. Namun tetap melihat konteks, jika membutuhkan perang ya perang jika tidak ya tidak. Inilah yang membedakan Ideologi Kaum Teroris yang radikal dengan ideologi ulama Salaf.

Apalagi yang sekarang berkembang, melakukan Bunuh diri dengan alasan jihad. Sungguh tidak masuk akal. Jihad tidak mungkin dilakukan dengan membunuh diri atau membunuh saudara sesama Islam. Sungguh tidak menjadi syahid kalau begitu, menjadi mati sangit yang ada. Itulah  pesan Imam Ibnu Malik dalam baitnya:
وجرد الفعل اذا ما اسندا #لاثنين او جمع كفاز الشهدا
"Murnikanlah jihadmu sesuai apa yang dituntunkan Alquran dan sunnah (اثنين) serta sesuai dengan apa yang dicontohkan ulama salaf (جمع) sehingga benar-benar menjadi syuhada Allah (Mati syahid bukan SANGIT) فاز الشهدا"

Di bait lain Imam Ibnu Malik menjelaskan :
وحذف يا المنقوص ذى التنوين ما # لم ينصب اولى من ثبوت فاعاما
"Golongan-golongan yang selalu membuat kerusuhan, keonaran dan terdapat indikasi (ذى التنوين) makar serta tak dapat diperingatkan (لم ينصب) itu lebih baik disingkirkan dan dienyahkan"

Inilah yang menjadi tugas berat dari Densus 88 dan POLRI dalam mencegah berkembangnya ideologi radikal dan terorisme di bumi pertiwi ini. Tapi itu bukanlah tugas yang mudah, perlu didukung semua elemen lapisan masyarakat agar ekspektasi hilangnya radikalisme di Indonesia benar benar terwujud. Dan pada pak POLRI jangan pernah takut dengan para Teroris karena Ibnu Malik pernah berpesan:

لا اقعد الجبن عن الهيجاء # ولو توالت زمر الاعداء
"Jangan pernah takut dan gentar melawan, meskipun bertubi-tubi datang cobaan"

Yang tak kalah pentingnya lagi pak, yaitu selain terus mengcounter setiap pergerakan para aktivis radikal juga mengimbanginya dengan merehabilitasi para teroris yang sudah tertangkap. Karena selama pemahaman itu tidak diubah maka pemahaman itu akan selalu ada bahkan berkembang. Selain itu juga perlu ditingkatkan program Deradikalisasi pada setiap warga negara, karena jangan sampai pemahaman itu meracuni setiap warga.

وانقل بها لثانى حكم الاول # فى الخبر المثبت والامر جلى
"Pemahaman yang salah itu wajib diluruskan pada yang benar"

Dan terakhir untuk seluruh warga Indonesia janganlah gegabah menerima informasi dan berita. Tabayyun dulu, kroscek kebenarannya. Karena sekarang banyak oknum sedang gencar-gencar menyebar berita hoax untuk menghancurkan. Dalam hal ini Ibnu Malik juga berpesan:

فذو البيان تابع شبه صفة # حقيقة القصد به منكثفة

"Orang yang selalu mencari keterangan yang jelas dari sesuatu yang belum jelas, ia akan ditunjukkan pada hakikat dari perkara tersebut(pada yang benar)"

*Omah Wedang Kedungpring, 13 Mei 2018

Posting Komentar

0 Komentar