Pernah dengar omongan “Cintaku terhalang dinding pesantren”? haha pasti pernah kan. Itulah secuil potret ‘Baper fever’ yang dialami sebagian para santri akan masalah cinta. Istilah beper sendiri mulai populer di kalangan anak-anak muda ketika perasaan orang-orang mulai bermetamorfosis menjadi suatu kegundahan yang amat mendalam. Entah, dalam hal kegalauan macam apapun. Namun biasannya baper lebih sering digunakan dalam masalah cinta.
Santri pun tak luput dari demam baper ini. Aku sendiri
sangat merasakan demam baper ini. Satu contoh misalnya, ketika hari pertama
liburan seperti biasa ketika baru pegang gadget pasti satu yang dituju;
Facebook. Dan aku sangat terkejut ketika melihat berandaku dipenuhi oleh ‘ekspresi
baper’ temen-temen santri. Ada yang tentang keamanan, apalah tapi yang paling
banyak tentu satu; Cinta.
Mungkin, jika bapernya hanya waktu liburan saja sih
mendingan. Tapi jika bapernya sampe dibawa kembali ke pondok, itu yang jadi
masalah.
Ketika ditanya, “kenapa gak
ngafalin nadzomnya ?” dia kemudian
menjawab
Sungguh
sangat miris mendengarnya. Sebenarnya memang, dalam masalah cinta santri
tergolong sebagai ‘Newbie’. Karena setiap hari dia tidak pernah bersinggungan
dengan lawan jenis. Hanya waktu-waktu tertentu seperti liburan atau sedang
pulang. Sehingga, emosi psikologis remajanya yang labil mendominasi perasaannya.
Maka dalam prakteknya, santri terlalu mengambil hati setiap kejadian-kejadian
yang menimpanya. Itulah mungkin, sebab ke’baper’an santri.
Tapi,
lebih dari itu kita sebagai santri seharusnya tidaklah masuk dalam ranah
demikian. Karena tidak ada satupun ulama yang menganjurkan orang untuk menjalin
kasih sebelum resmi halal jadi kekasih. Teori cinta pesantren juga sesungguhnya
bukan mengajarkan santri untuk berpacaran. Melainkan, jika memang sudah siap
langsung naik pelaminan. Kita tidak usah menyusahkan diri dengan berpacaran toh
sudah ada catatan tentang siapa jodoh kita kedepan. Mungkin sejenak kita harus
bersabar untuk kehilangan sekarang. Karena hakikat cinta sebenarnya adalah
kehilangan. Seperti yang didhawuhkan seorang
ulama’
لن تكبر دون أن تتألم
ولن تتعلم دون أن تخطئ ولن تنجح دون أن تفشل ولن تحب دون أن تفقد
"Kita tidak bisa besar tanpa penderitaan. Kita tidak bisa belajar tanpa kesalahan. Kita tidak bisa berhasil tanpa kegagalan. Sebagaimana kita tidak bisa mencintai tanpa kehilangan."
"Kita tidak bisa besar tanpa penderitaan. Kita tidak bisa belajar tanpa kesalahan. Kita tidak bisa berhasil tanpa kegagalan. Sebagaimana kita tidak bisa mencintai tanpa kehilangan."
Kehilangan sekarang, bukan berarti kehilangan selamanya. Pun pacaran
sekarang bukan berarti akan menjadi pasangan
di pelaminan. Pendamlah perasaan itu dalam-dalam karena semakin dalam
kau memendam, maka nanti akan indah hasilnya. Seprti yang dianalogikan Syekh
Ibnu Athoillah as-Sakandary dalam kitab Al-Hikam:
وكل ما نبت بلا تدفن لم يتم نباته
“Pohon yang tumbuh tanpa ditanam(dipendam), tidak akan sempurna
tumbuhnya”
Sungguh indah bukan? Jika kita melihat sejarah para
Ulama’ pun demikian mereka tidak pernah mengumbar rasanya. Tetap menyimpannya
dalam-dalam dalam hatinya. Toh itu tetap namanya cinta. Tidak akan berkurang
nilainya. Bahkan ada Ulama’ yang sampai akhir hayatnya membujang. Yaitu Imam
Nawawi ad-Dimasyq pengarang kitab Riyadl
as-Sholihin, Al-Adzkar Nawawiyah, Arbain Nawawiyah Minhaj at-Tholibin. Beliau
menyibukkan harinya dengan ilmu sehingga tak heran jika karangan beliau
berpuluh-puuh jumlahnya. Lantas, apakah beliau pernah jatuh cinta ? tentu
pernah tapi beliau tidak mau mengumbarnya beliau lebih cinta akan ilmu sehingga
sampai ajal menyapa ilmu masih jadi kesibukannya. Hebat bukan?
Jadi
intinya, tanpa ‘cinta’ kita akan tetap bahagia. Dan terakhir Santri Baper bukan
bawa perasaan Santri Baper artinya BAwa PERubahan dalam dirimu sendiri. Wallahu A’lam
1 Komentar
Semangat yai
BalasHapus