Deradikalisasi Ala NU

Selama satu dekade ini, Indonesia mendapat berbagai macam serangan ideologi. 
Mulai yang sifatnya nasional hingga yang transnasional. Yang paling menggemparkan tentu terorisme.



Gerakan radikal ini hampir setiap tahun aktif memberi ancaman, berupa bom bunuh diri yang meluluhlantahkan  mulai kantor kepolisian hingga kantor sipil. Selain itu ancaman berupa perkembangan ideologi-ideologi yang tak sejalan dengan NKRI pun tak bisa diremehkan. Ideologi ini mempunyai tujuan final, yakni mengganti NKRI menjadi ideologi mereka.

Menyikap hal ini, pemerintah tidaklah tinggal diam. Terbukti dengan dikeluarkannya Perppu No. 2 Tahun 2017 yang melarang semua ormas yang akan mengganti dasar Negara dan membubarkan salah satu ormas radikal, yakni HTI.

Namun, tentu hal tersebut bukanlah merupakan solusi terakhir. Karena, bagaimanapun ideologi tersebut akan tetap tumbuh secara underground. Walaupun secara formal di Indonesia sudah dilarang. Perlu dilakukan pendidikan, pengenalan kepada masyarakat agar terhindar dari ideologi tersebut.

Dan itulah tugas semua elemen bangsa untuk bersama menjaga keutuhan NKRI. Bersama memerangi ideologi radikal melalui pendidikan dan sebagainya. Atau yang dikenal dengan istilah deradikalisasi.

Sebagai organisasi keagamaan dengan massa terbesar di Indonesia. Adalah sebuah keniscayaan, jika tugas deradikalisasi merupakan tugas NU juga. Mengingat, NU lah organisasi keagamaan yang paling dekat dengan masyarakat. Yang sangat jelas perannya dalam mendidik dan mengawal masyarakat Indonesia.

Dan itu sudah terbukti, dengan perjalanannya selama 93 tahun ini, tidak ada sama sekali gerakan NU yang menjurus radikal atau menentang NKRI. Bahkan cenderung responsif terhadap ideologi satu ini. Setidaknya ada beberapa kunci yang telah dilakukan NU, baik yang dilakukan NU secara strukural maupun kultural masyarakat dalam membendung ideologi ini.

Pertama, aktif mengawal pendidikan masyarakat yang mendalam berdasar adab. Memang, salah satu faktor yang menyebabkan munculnya radikalisme adalah kurang komperhensif dalam memahami teks-teks keagamaan.

Salah satu contohnya adalah dalam memahami jihad dalam al-Quran, biasanya kaum radikal mengartikan semua ayat jihad dalam al-Quran secara tekstual. mereka, mengartikan jihad hanya sebagai perang fisik, padahal implementasi jihad di era kini tidaklah relevan jika hanya diartikan secara fisik. 

Sementara itu, NU secara kultural lewat media pendidikannya, pesantren. Aktif memberikan pendidikan yang mendalam bagi para santrinya. Bukan hanya mengajarkan agama secara parsial yang rawan akan kesalahpahaman. Melainkan secara totalitas dengan melihat konteks kekinian. Tidak hanya meliihat teks melainkan juga mempertimbangkan manhaj atau metodologi dalam pengambilan suatu hukum.  Selain itu dalam metode pendidikannya, pesantren sangat menjunjung tinggi adab dan etika. Hal itu merupakan suatu pokok dalam membentuk kepribadian seorang.

Dengan pendidikan etika yang ditanamkan sejak dini di pesantren, sangat minim kemungkinan terjadi jebolan pesantren yang nantinya berperilaku ekstrim, menyesatkan, bahkan sampai mengafirkan dan mengolok-ngolok seorang dengan pemahaman berbeda. Seperti yang menjadi ciri seorang radikal. 

Kedua, Sikap beragama yang tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), i’tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Sikap ini merupakan sikap yang sangat dipegang teguh oleh NU. Sebagai bentuk kehati-hatian dalam mengambil keputusan. Sikap ini tercermin dalam penetuan sikap NU yang cenderung memilih jalan tengah. Selalu meniscayakan kompromi dalam menghadapi pro dan kontra.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi:
خير الأمور أوسطها
“Sebaik-baik perkara adalah yang moderat/tengah-tengah) 

Ketiga, aktif mengkampanyekan islam berwawasan Kebangsaan. Salah satu propaganda yang sering didengungkan oleh kaum radikalis adalah sistem pemerintah merupakan sitem thoghut tidak patut untuk diikuti dan harus diganti dengan sitem islami, islamic state. Padahal secara agama bentuk NKRI ini telah sah mendapatkan legitimasi syariat. Bahkan NU, dalam keputusan Muktamar NU ke-10 di Surakarta mengaskan bahwa Indonesia walaupun tidak  menerapkan syariat secara totalitas, namun itu sudah cukup menjadi legitimasi sebagai Negara Islam.  Tidak hanya itu, sampai sekarang pun NU terus mengampanyekan Islam berwawasan kebangsaan pada masyarakat Indonesia. Dan terus berupaya melindungi NKRI dari setiap ancaman yang mengancam. 

Seperti di Tahun 2006 dalam Munas dan Konbes NU di Surabaya, ditetapkan maklumat Nahdlatul Ulama yang meneguhkan komitmen Bangsa untuk mempertahankan dan mengembangkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah NKRI. Selanjutnya di tahun 2011 dalam harlah NU ke-85, NU mengeluarkan maklumat untuk menyelamatkan NKRI dari ancaman gerakan fundamentalisme agama (radikalisme) dan fundamentalisme pasar liberalisme).

Demikian beberapa poin yang menjadi senjata tangguh NU dalam mengawal NKRI selama ini, sangatlah bagus jika pemerintah saat ini membantu bahkan meniru cara NU dalam melakukan misi deradikalisasi yang telah terbukti ampuh membentengi NKRI.

DAFTAR PUSTAKA
Maki, Alfanul. 2018 M. Kritik Ideologi Radikal, Kediri: Lirboyo Press.
Navis, KH. Abdurrohman. Khazanah Aswaja, Surabaya: LTN NU
Miri, H. Djamaluddin, Ahkamul Fuqaha, Solusi problematika aktual Islam, keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-199), Surabaya: LTN NU.

Nama : Akhmad Yazid Fathoni 7A MAF



Posting Komentar

0 Komentar